Selasa, 19 Agustus 2008

OPINI

MISKIN, SEJAHTERA
Ditentukan Oleh Keberadaan Seorang Pemimpin yang Cocok
Oleh: Damasus Hans Satu

“Hutan belantara banyak tersebar Nusantara, semua HARTA yang tak terhingga Nusantara”. Cuplikan dari lirik lagu bernuansa country ini menunjukkan betapa berlimpahnya kekayaan alam di tanah Nusantara. Beragam hasil kekayaan alam membuat Indonesia selalu dikagumi oleh semua yang pernah melihatnya. Letak geografis Indonesia yang sangat strategis yaitu berada di antara dua benua dan dua samudra, membuat Negara Indonesia bisa bersaing di pasar global dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di era globalisasi. Sehingga jangan heran bila ada orang yang mengatakan bahwa Indonesia adalah surga yang ada di dunia.
Berbicara mengenai suatu Negara, pasti tidak terlepas dari berbagai ikatan struktur sosio kultural yang ada di Negara tersebut. Seperti halnya dengan Negara lain, Indonesia memiliki struktur sosial yang dikuasai oleh dua elemen penting yaitu pemerintah dan masyarakat. Hierarki dari pemerintah sampai masyarakat tersusun secara sistematis menurut fungsi dan tujuannya masing-masing. Dari situ muncullah organisasi mulai dari lembaga, sampai pada kelompok terkecil yaitu keluarga. Keberadaan masyarakat Indonesia yang multidimensi ini mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antar masyarakat. Hal ini menyebabkan lahirnya ide untuk mengklasifikasikan masyarakat Indonesia yang terdiri dari masyarakat menengah ke bawah atau sering disebut masyarakat berpenghasilan rendah, masyarakat menengah, dan masyarakat menengah keatas.
Dilihat dari ketiga pengelompokkan masyarakat berdasarkan keadaan ekonominya, ternyata Indonesia masih dominan dihuni oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonominya. Terlihat jelas, masih banyak warga Idonesia yang terkena busung lapar, minum air dari selokan kotor, dan juga makan nasi aking. Suatu hal yang sangat ironis dari keberadaan Indonesia yang kaya akan sumber daya alam (SDA).
Sangat buruknya perekonomian masyarakat Indonesia mengakibatkan banyak orang yang bertanya, kemanakah hasil alam negri ini? Pertanyaan ini wajar saja, melihat semakin berkurangnya SDA yang ada di Indonesia, sementara pertambangan dan pengeksplorasian SDA tersebar dimana-mana. Tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia malah semakin memburuk dari tahun ke tahun.
Melihat keadaan masyarakat Indonesia yang semakin memburuk, pemerintah mulai mencanangkan berbagai macam program, mulai dari pembaharuan program sampai pada melahirkan program baru. Hasilnya pun tak jauh berbeda, karena melihat kenyataan bahwa sepertinya pemerintah kurang berpihak pada rakyat miskin. Kebanyakan program pemerintah malahan sangat membantu kalangan menengah ke atas, dalam arti tidak mengenai sasaran. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara pihak yang memunculkan program dan pihak yang menjalankan program, selain itu juga karena kurangnya turun tangan langsung dari pemerintah. Pemerintah jarang berada di tengah masyarakat (semangat tut wuri handayani masih kurang), sehingga pemerintah tidak merasakan pedihnya penderitaan rakyat. Aspirasi rakyat seperti angin lalu saja dibandingkan dengan pengadaan program baru yang mengurangi kas Negara yang katanya kas rakyat. Kepentingan pribadi mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut menjadi skala prioritas. Selalu ada alasan untuk nambah saku. Hanya sebagian kecil saja pemerintah yang berpihak pada rakyat. Semuanya ini terjadi karena adanya negative thinking bahwa berpihak pada rakyat tidak mendapatkan imbalan materi, dibandingkan bila berpihak pada orang yang ber-uang. Keberpihakan ini sangatlah mudah dijalankan, karena yang menguasai bukan lagi rakyat, tetapi uang, sehingga kebanyakan pemimpin memandang hidup sebagai hidup[1]
Lalu bagaimanakah tipe pemerintah atau pemimpin yang cocok dan didambakan oleh masyarakat Indonesia untuk bisa keluar dari ikatan kemiskinan? Sulit untuk mencari pemimpin yang didambakan ini.
Untuk menjadi pemimpin dambaan masyarakat, semestinya pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kokoh yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso dan tut wuri handayani. Memang untuk menjalankan tiga tipe seorang pemimpin ini harus berada bersama rakyat. Pemimpin harus bisa mendampingi rakyatnya, serta menjadi sahabat karib rakyat yang bisa menjadi teman curhat (aspirasi) dari rakyat, berjalan bersama rakyat dalam suka maupun dalam duka. Pemimpin harus seperti rakyat, dalam hal ini pemimpin jangan terlalu menuntut kehidupan, supaya pemimpin bisa lebih bijaksana.
Pemimpin juga harus bisa seperti air mengalir, mengalir ke celah-celah pikiran rakyat. Pemimpin harus seperti lembah sungai[2], menjadi penghubung semua keinginan rakyat, tenang dan bijaksana dalam mengambil keputusan, tidak kalang kabut melahirkan program baru. Pemimpin harus bisa membawah (punya sikap pelayanan yang teguh), dan satu lagi bahwa pemimpin hendaknya menjadi yang terkecil di antara rakyat. Karena jika hendak menjadi yang terbesar, berusahalah untuk menjadi yang terkecil.
Apabila seorang pemimpin bisa menempatkan dirinya pada rakyat, menjadi pelayan rakyat, otomatis pemimpin itu sudah menjadi pemimpin dambaan masyarakat, dan bisa membawa rakyatnya menuju kehidupan yang lebih layak. Sehingga rakyat bisa terlepas dari jerat kemiskinan yang sering terlihat di Negara tercinta ini, dan bisa menikmati indahnya hidup sejahtera.
[1] Tao The Ching 76
[2] Tao The Ching 61